Artikel Kesehatan

Artikel Kesehatan (225)

Artikel Kesehatan, Artikel Sunat, Metode Sunat,  Sunat Konvensional, Sunat Laser, Sunat Cauter, Sunat Klamp, Sunat Stapler, Sunat Lem

Bahaya suntik silikon pada pria dewasa sebenarnya sudah sangat jelas. Namun, masih banyak orang yang melakukannya hanya karena ingin mengubah tampilan fisik mereka. Sebagian orang masih beranggapan bahwa kepuasan seksual sangat tergantung dengan ukuran penis. Makin besar ukuran penis akan makin terpuaskan hubungan seksualnya. Padahal kepuasan hubungan seksual bukan semata-mata dipengaruhi oleh ukuran penis semata, malah lebih sering dipengaruhi oleh faktor psikologis dari antara antara si pria dan pasangannya.

Salah satu manfaat medis yang dari tindakan bedah sunat adalah meminimalkan risiko terjadinya penyakit menular seksual (PMS). Namun, bisakah hal tersebut dilakukan pada kondisi sebaliknya? Bisakah sunat pada pasien PMS dilakukan?

Suntik silikon kelamin menjadi salah satu opsi untuk pria yang mendambakan ukuran penis jumbo. Bagi beberapa pria, ukuran penis memang segalanya. Ukuran yang besar dipercaya dapat menambah kepuasan seksual pasangan sehingga membuat mereka merasa lebih bangga. Padahal, ukuran dan kepuasan seksual sebenarnya tidak terlalu berkorelasi.

Sebagian pria merasa kurang puas dengan ukuran alat kelaminnya. Mereka melakukan berbagai cara untuk memperbesar penis sehingga dapat sesuai keinginan. Salah satunya adalah dengan melakukan suntik silikon kelamin. Hasilnya memang instan dan penerapannya mudah.

Namun, apakah penyuntikan seperti ini aman untuk dilakukan? Sebaiknya, jangan tergiur dahulu dan simak pembahasan di bawah ini!

Secara umum, sunat dikenal sebagai praktik untuk menghilangkan kulit di ujung kepala penis demi mencegah munculnya berbagai jenis penyakit di area kemaluan laki-laki, seperti infeksi saluran kemih atau HPV. Namun, pada dasarnya anak perempuan pun memiliki versi “sunat” tersendiri.

Sunat adalah kewajiban bagi anak laki-laki dalam agama Islam. Selain menjadi bagian dari syariat, hal ini juga bermanfaat untuk menjaga kebersihan dan alat reproduksi, serta mencegah berbagai penyakit di area kelamin.

Saat ini, banyak masyarakat yang percaya bahwa sunat sebaiknya dilakukan sebelum anak menginjak usia remaja atau usia “puber”. Selain itu, sunat anak pubertas juga dianggap lebih aman, serta dipandang sebagai tanda bahwa seorang anak sudah siap beranjak dewasa.

Ayah Bunda mungkin merasa khawatir menyunatkan anak di masa pandemi COVID-19. Hal yang wajar karena penularan dan penyebaran virus Corona sangatlah cepat. Namun, dr. Wira berpendapat bahwa dengan mematuhi protokol Covid, sunat dapat dilakukan.

Sunat sendiri memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah menurunkan risiko infeksi saluran kemih. Sunat juga mencegah terjadinya balanitis, balanopostisis, fimosis, dan paraphimosis.

Sejak pertama kali dikonfirmasi masuk Indonesia—pada awal Maret 2020 lalu, tercatat sudah puluhan ribu orang dinyatakan meninggal akibat infeksi Covid-19. Bahkan, tidak sedikit yang kemudian mengalami gejala berkepanjangan akibat paparan virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China, tersebut. Maka untuk meminimalkan risiko terinfeksi virus berbahaya ini, simaklah penjelasan tentang faktor resiko Covid-19 di bawah ini!

Karena keterbatasan ruang rawat bagi pasien corona, mereka yang tanpa gejala atau hanya mengalami keluhan ringan kini diizinkan untuk isolasi mandiri di rumah. Meski begitu, ada beberapa hal yang tetap perlu dipersiapkan saat hendak melakukan isolasi diri di rumah. Salah satu di antaranya adalah menyediakan oximeter. Nah, seberapa perlu oximeter bagi pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri dan bagaimana cara menggunakannya? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

Pubertas adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Periode ini adalah waktu di mana tubuh anak mulai berubah “matang” secara seksual. Pada anak laki-laki, pubertas biasanya muncul di usia 12 sampai 16 tahun, sedangkan anak perempuan mengalaminya dari usia 10 sampai 14 tahun.

Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan paling serius yang dihadapi di abad ke-21. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2018 ada 25,7% anak berusia 13-15 tahun yang memiliki masalah berat badan berlebih. Sementara itu, sekitar 10,8% anak berumur 5-12 tahun mengalami masalah yang serupa pada tahun yang sama.

Work From Home (WFH) bukan halangan bagi Ayah Bunda untuk tetap menjaga kesehatan. Caranya dengan menjaga asupan, pola tidur, dan rutin berolahraga. Olahraga sangat penting karena dapat memperkuat imunitas tubuh sehingga risiko penularan COVID-19 makin rendah.

Artikel Kesehatan

Serba - Serbi