Di era serba sulit karena wabah corona seperti sekarang, masyarakat dan pemerintah harus melakukan kerjasama dalam melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan. Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah dengan berdiam diri di rumah dan meminimalkan aktivitas sosial atau berkerumun di tempat umum. Apalagi, saat ini pemerintah juga mendorong kegiatan belajar anak usia sekolah dilakukan dari jarak jauh.
Setelah dikhitan, tentu anak perlu beristirahat dari semua kegiatan berat agar luka khitan bisa segera sembuh. Namun, terkadang anak sudah tidak sabar untuk kembali sekolah dan bermain. Tak jarang ini menjadi kekhawatiran tersendiri untuk Ayah dan Bunda, terlebih jika sang buah hati adalah anak sangat aktif bergerak.
Berdasarkan ajaran Islam, setiap laki-laki diwajibkan untuk berkhitan dengan tujuan untuk menjaga kesehatan penis. Dalam praktiknya, khitan di Indonesia mayoritas dilakukan ketika anak masih berada dalam usia Sekolah Dasar hingga SMP. Setelahnya, biasanya Ayah dan Bunda akan mengadakan undangan khitanan yang sampai saat ini masih menjadi tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia.
Menjelaskan tentang sunat pada anak bisa jadi merupakan hal yang tidak mudah bagi orang tua. Terlebih lagi, anak terlebih dahulu telah membayangkan rasa sakit yang akan dialami selama proses itu. Orang tua harus pandai memberi pemahaman kepada anak supaya mau disunat tanpa merasa terpaksa atau takut.
Nah, agar proses sunat anak laki-laki dapat berjalan dengan lancar, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan, antara lain:
Tidak banyak yang tahu bahwa sunat juga dianjurkan untuk perempuan dengan tujuan yang tidak jauh berbeda dengan sunat laki-laki yaitu untuk menjaga kesehatan kelamin perempuan. Berdasarkan data dari WHO, sunat perempuan bisa dilakukan dengan empat cara yang ternyata menuai kontroversi dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Namun, Negara Afrika menjadi salah satu negara yang masih mempertahankan tradisi sunat perempuan hingga kini.
Fimosis adalah melekatnya kulup pada bagian kepala penis dan tidak dapat ditarik dari ujung penis. Faktanya, gangguan kesehatan ini umum terjadi pada bayi dan menyerang mayoritas laki-laki yang tidak melakukan sunat. Meski biasanya fimosis akan sembuh dengan sendirinya, bukan tidak mungkin gangguan kesehatan ini tidak membaik hingga anak beranjak remaja.
Sampai saat ini, sunat perempuan masih menjadi kontroversi. Di satu sisi, sunat kaum hawa dianggap penting dalam tradisi. Namun di sisi lain, tindakan female genital cutting tersebut termasuk pelanggaran hak asasi manusia. Karena itulah Majelis PBB mengeluarkan resolusi untuk menghapus budaya sunat pada wanita di tahun 2012.
Meski terkesan lumrah, anak susah makan adalah salah satu momen paling meresahkan sekaligus menjengkelkan bagi para ibu. Membuat jengkel karena anak umumnya akan menolak atau bahkan membuang semua makanan yang tidak dikehendakinya. Sementara jika hal itu dibiarkan, keresahan akan kebutuhan dan kecukupan nutrisi juga tak henti menghampiri benak si ibu.