Selain sunat pada pria, sebenarnya di Indonesia juga mengenal sunat perempuan. Sunat jenis ini memang jarang dilakukan dan kerap sekali menimbulkan pro dan kontra. Lantas, bagaimana hukum sunat perempuan di Indonesia dilihat dari kacamata pemerintah dan agama?
Hukum Sunat Perempuan Menurut Islam
Dalam Islam sendiri, sunat perempuan masih dianggap wajib atau sunnah. Beberapa ulama ada yang menganggapnya wajib dan harus dilakukan. Namun, tidak sedikit yang mengatakan sunat ini sebagai sunah saja. Masing-masing ulama memiliki pegangan sendiri-sendiri yaitu berupa hadis.
Salah satu hadis yang menjadi dasar sunat perempuan wajib adalah H.R. Tirmidzi 108 yang berbunyi: “Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” Sementara itu pegangan untuk sunat adalah tidak ada dalil yang secara tegas menyuruh.
Hanya saja dalam Syarhul Mufti’ I/134 disebutkan kalau pria bersunat untuk syarat sah salat sementara wanita untuk mengendalikan syahwat dan mendapatkan kesempurnaan. Mana saja yang ingin dipegang, keduanya sama-sama memberikan kebaikan.
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Sunat Perempuan
Indonesia memiliki Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Dalam aturan yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah ini, sunat pada perempuan tidak dilakukan dengan memotong klitoris hingga habis. Yang dilakukan hanyalah menggores kulit bagian kepala dari klitoris.
Prosedur khitan ini dilakukan oleh dokter atau tenaga ahli yang sudah bersertifikat, tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada aturan tersendiri yang harus dilakukan oleh dokter. Kalau sunat perempuan dilakukan pada bayi yang baru lahir, orang tua harus memberi persetujuan baru boleh dilakukan. Di Indonesia sendiri sunat perempuan bisa dilakukan di Sunat 123 dan beberapa rumah sakit.
Masih dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan, sunat ini berbeda dengan FGM. Jadi peraturan tidak akan menyalahi larangan dari WHO terkait larangan melakukan FGM.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Sunat Perempuan
Dua tahun sebelum Menkes menerbitkan aturan MUI sudah menerbitkan fatwa dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 9A Tahun 2008 Tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan. Dalam fatwa ini diungkapkan kalau sunat perempuan merupakan bentuk dari pemuliaan dan sangat dianjurkan. Pelarangan sama hal menentang syariat Islam.
Dalam fatwa ini juga ada aturan terkait hal-hal yang harus dilakukan sunat perempuan. Pertama, sunat dilakukan dengan hanya menghilangkan selaput yang menutupi klitoris. Kedua, sunat tidak dilakukan dengan memotong atau melukai klitoris itu sendiri karena bisa menyebabkan banyak masalah pada wanita.
Sunat Perempuan dan FGM
Dari ulasan di atas dan dua aturan yang ditetapkan oleh Kemenkes dan MUI, sunat perempuan boleh dilakukan. Sunat ini dilakukan hanya dengan menghilangkan selaput yang menyelimuti klitoris saja. Cara ini tidak sama dengan PGM atau female genital mutilation. Kalau FGM, klitoris akan dipotong sebagian atau semuanya. Dari sini sudah tahu perbedaan keduanya, kan?
Dari ulasan di atas bisa sedikit kita simpulkan kalau sunat perempuan diperbolehkan di Indonesia. Hanya saja masyarakat kerap salah paham antara sunat perempuan dengan female genital mutilation yang banyak dilakukan di beberapa negara. Bagaimana menurut ayah bunda sendiri terkait sunat perempuan?